Bapak Proklamator, Soekarno, begitu
menekankan pentingnya peran pemuda. Ungkapannya yang biasa diulang oleh kita
sekarang “Beri aku 1000 orang tua niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya,
beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”. Pemuda seperti kita
punya peran yang sangat strategis untuk negara. Beberapa tahun ke depan,
Indonesia akan mengalami bonus demografi, dimana jumlah pemuda akan mendominasi
keseluruhan penduduk Indonesia. Pada tahun 2018 aja ada sekitar 63,82 juta
orang, itu semua adalah pemuda. Pemuda dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009
artinya warga negara yang berada di rentang usia 16-30 tahun. Nah, saat ini
saja pemuda sudah berjumlah seperempat dari jumlah penduduk Indonesia. Pada
puncaknya nanti, periode tahun 2025-2030, diprediksi jumlah pemuda sudah
melebihi setengah dari jumlah total penduduk negara ini. Artinya apa bagi
pemerintah? Jika Pemerintah berhasil membangun pemuda, maka secara otomatis
akan melejitkan pembangunan negara. Seakan menyadari potensi itu, pemerintah
akhirnya getol untuk memacu sebuah indikator yang dikenal Indeks Pembangunan
Pemuda. Dimensi Indeks Pembangunan Pemuda itu apa saja sih? Dimensi besarnya
terdiri dari 3 lapisan; 1) Pendidikan dan Kesehatan, 2) Lapangan dan Kesempatan
Kerja, dan 3) Partisipasi. Kita bisa sekedar berkenalan atau bahkan melihat
secara lengkap laporan perkembangannya setiap periode di situs Bappenas
Kementerian PPN.
Pendidikan dan Kesehatan
Lapisan pertama adalah indikator paling
dasar, yaitu pendidikan dan kesehatan. Kualitas pendidikan dan di sebuah daerah
sebisa mungkin dapat diakses oleh pemuda tanpa terkecuali. Kesulitan biaya
seharusnya tidak boleh menjadi domain para pemuda. Tugas mereka hanya untuk
fokus mengenyam pendidikan dengan jiwa dan pikiran yang sehat. Pikiran dan jiwa
yang sehat tentu di-backup oleh kepastian jaminan kesehatan dan fasilitas
kesehatan yang memadai. Di zaman yang katanya serba modern ini, kita masih
sering mendengar para pemuda yang “menyerah” pada kenyataan biaya pendidikan
yang mahal. Tidak sedikit pula yang meregang nyawa di ujung “pedang” bernama
syarat dan biaya jaminan kesehatan yang tidak tergapai. Semua muncul sebagai
momok yang menakutkan bagi para pemuda. Momok itu seiring waktu berubah menjadi
“hal lumrah yang menyedihkan” bagi keluarga mereka secara turun-temurun.
Lapangan dan Kesempatan Kerja
Setelah menamatkan pendidikan, tentu para
pemuda butuh akses terhadap lapangan kerja dong!? Dan kesempatan kerja butuh
mereka dapatkan sebagai outcome yang mereka hasilkan dari proses pendidikan.
Lapisan kedua ini memang termasuk yang paling sulit dipenuhi menurut laporan
IPP Tahun 2019. Iklim investasi yang berbeda tiap daerah membuat wadah untuk
bekerja memang terbatas. Oleh karena itu, penting kiranya pemerintah untuk
terus menanamkan jiwa berwirausaha bagi para pemuda. Hal ini sangat krusial,
agar para pemuda tidak hanya menunggu peluang kerja secara formal, tetapi lebih
dari itu mereka lebih bersemangat dalam menciptakan lapangan kerja baru.
Pemerintah harus berinvestasi besar-besaran terhadap perkembangan pola pokir
pemuda di lapisan ini. Perubahan paradigma pemuda harus diyakini sebagai
tonggak awal dalam mencapai kemandirian ekonomi secara nasional.
Partisipasi Sosial
Nah ini lapisan terakhir. Lapisan
partisipasi bagi para pemuda merupakan tanda mereka sedang hidup di lingkungan
yang berdemokrasi. Para pemuda butuh dilibatkan secara aktif dalam berbagai
proses pembangunan daerah, tidak memandang pria maupun wanita. Itu artinya
bahwa tidak boleh ada perbedaan gender atau diskriminasi. Semua punya kapasitas
dan kapabilitas sesuai dengan background pendidikan maupun berdasarkan
pengalamannya sehari-hari. Intinya semua pemuda memiliki potensi yang perlu
diwadahi. Semua punya hak dalam menyampaikan pendapat, tentunya dalam bingkai
etika dan mendukung kemajuan tentunya. Partisipasi yang tidak terwadahi akan
tersalurkan di jalan yang tidak benar. Sehingga muncul berbagai perilaku
melawan hukum yang merugikan diri sendiri dan merugikan negara.
Sekarang, jika kita para pemuda sudah
melihat potensi kita dan juga perhatian yang diberikan oleh pemerintah, lalu
apa yang akan kita lakukan untuk mendukung itu semua? Tentu saja kita bisa
sangat membantu pemerintah. Kita bisa merubah wajah negara ini menjadi lebih
baik lagi, dengan antusiasme dan tidak skeptis terhadap kemajuan. Sikap positif
sebagai seorang pemuda sangat luas sekali lingkupnya. Taat membayar pajak
misalnya, karena kita tahu pajak akan digunakan kembali untuk fasilitas-fasilitas
pendidikan dan kesehatan yang paling mendasar. Belajar dengan rajin, karena
kita tahu tingkat pendidikan akan berbanding lurus dengan berkurangnya tingkat
kemiskinan. Berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan pemuda di daerah,
karena kita tahu suara pemuda akan didengarkan dan menjadi muatan positif bagi
pengambil kebijakan di pemerintahan.
Intinya kita yakin bahwa pemuda adalah agen-agen perubahan yang sebenarnya. Terus yakinkan dan pantaskan diri untuk itu. Mulai dari diri sendiri. Mulai dari sekarang. Mulai dari hal yang terkecil. Temukan perubahan di masa yang akan datang yang lebih cerah. Kata orang bijak, “Jangan tanyakan apa yang sudah negara berikan kepada kita tapi tanyakan apa yang sudah kita berikan untuk negara”.
Terima kasih telah membaca hingga selesai. Silahkan tinggalkan komentar pada kolom di bawah ini untuk sekedar berdiskusi atau "say hello". Jika Anda tertarik dengan topik-topik tulisan mengenai perkotaan, follow blog ini untuk terus mendapatkan update notifikasi ketika ada tulisan baru dari saya. Sehat dan sukses selalu buat Anda.
0 Komentar: