Note:

Sudut Pandang Tentang Perkotaan, Perdesaan, Kewilayahan, dan Segala Dinamika Keruangan yang ada di antaranya.

Peduli

(Disclaimer: Bukan Ahli, Hanya Mencoba Untuk Lebih Peduli)

Mengenai Saya

Foto saya
Father of Two Beloved Son|| Bureaucrat|| Urban and Regional Planner (Master Candidate)|| Content Writer|| Content Creator|| Reading Holic|| Obsesive, Visioner, and Melankolis Man||

Transportasi Berkelanjutan, Menunda Kehancuran Masa Depan

By | Leave a Comment

 


“Jika Anda ingin membuat mimpi anda menjadi kenyataan, hal pertama yang harus anda lakukan adalah bangun” – J.M. Power

Membentuk suasana kota yang nyaman dapat diwujudkan dengan sentuhan terhadap berbagai sektor, salah satunya transportasi. Transportasi, yang menurut Morlok (1981), adalah kegiatan memindahkan atau mengangkut sesuatu dari suatu tempat ketempat lainnya, kini harus semakin menjadi perhatian. Isu-isu pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang semakin mengemuka di era modernisasi saat ini secara langsung merumuskan langkah strategis bagi transportasi yang berkelanjutan. Kampanye pembangunan berkelanjutan didorong oleh dampak menakutkan dari pemanasan global dan perubahan iklim yang semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga negara-negara dunia sangat konsen terhadap isu ini. Betapa tidak, sangat banyak dampak ikutan yang disebabkannya; kebakaran hutan yang mudah terjadi karena suhu panas, mudahnya terserang penyakit karena imun menurun, krisis air bersih dan kekeringan, peningkatan suhu air laut, rusaknya ekosistem laut, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, peduli terhadap pembangunan transportasi, yang selama ini berperan besar terhadap perubahan iklim, menjadi langkah kongkrit untuk berkontribusi bagi dunia global. OECD (1996) menyatakan bahwa inti dari transportasi berkelanjutan adalah sistem yang mendukung keberlanjutan (sustainability) dari ketiga aspek; lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Pertama, keberlanjutan dalam aspek lingkungan ditandai dengan adanya sistem transportasi yang mampu meminimalisasi dampak negatif terhadap lingkungan, membatasi emisi gas buang, dan memininalkan penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Kedua, keberlanjutan dalam aspek ekonomi berkaitan dengan keterjangkauan masyarakat terhadap transportasi, efisiensi energi, dan ketersediaan moda transportasi bagi masyarakat. Ketiga, keberlanjutan dalam aspek sosial lebih ditekankan pada prinsip keamanan dan perwujudan komunitas yang sehat dan layak huni.

Pada umumnya, permasalahan yang hampir terjadi di setiap kota adalah perkembangan jumlah penduduk yang selalu berbanding lurus dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, namun tidak diikuti dengan pertambahan luas jalan yang dilintasi kendaraan-kendaraan itu. Akibat paling fatal dari kenyataan tersebut berupa peningkatan jumlah kecelakaan dan koban jiwa, peningkatan jumlah polusi udara yang membawa berbagai penyakit saluran pernapasan, dan berbagai konflik sosial lainnya. Kondisi tersebut bisa saja diperparah dengan kurangnya kesadaran masyarakat tentang peraturan berkendara, serta lemahnya dasar-dasar peraturan yang menaunginya. Pengendalian terhadap kondisi transportasi mesti menjadi salah satu perhatian utama bagi setiap stakeholder dalam sebuah kota, demi terciptanya arus sirkulasi perkotaan yang menyenangkan.

Keberlanjutan Lingkungan

Keberlanjutan lingkungan sangat penting untuk diutamakan, sebab tidak hanya menyangkut kualitas hidup generasi yang ada saat ini, namun terlebih untuk memastikan generasi kita yang akan datang tidak merasakan kondisi yang jauh lebih buruk dari apa yang kita rasakan. Pengembangan sektor transportasi tidak hanya fokus pada pemenuhan rasio jumlah kendaraan dengan kapasitas jalan yang ada, artinya pembatasan jumlahnya. Lebih jauh lagi, bagaimana kerusakan lingkungan akibat jumlah kendaraan yang membludak tersebut bisa diminimalisasi. Solusi yang dapat ditawarkan antara lain mendukung penuh produksi kendaraan bermotor yang ramah lingkungan (motor dan mobil listrik). Namun harus dipastikan bahwa ke depannya, sumber dari energi listrik yang dihasilkan bukan lagi dari sumber energi konvensional yang tidak dapat terbarukan. Percuma saja jika kita semua diarahkan untuk beralih menggunakan kendaraan bermotor tenaga listrik, tapi esensinya tetap tidak ada pengurangan dalam konsumsi energi tidak terbarukan. Selain itu, menurut saya, akan sangat menarik jika pemerintah mewadahi konversi kendaraan bermotor konvensional dengan kendaraan listrik dengan metode “tukar-tambah”. Artinya, suatu waktu pemerintah melayani masyarakat yang ingin menukarkan mobil konvensionalnya dengan mobil listrik dengan biaya yang ringan.

Solusi lain yang dapat dipertimbangkan adalah penempatan tumbuhan rindang hijau sepanjang jalur utama kendaraan di kota, serta budidaya tanaman mangrove di sepanjang garis pantai. Beberapa tahun terakhir, saya lebih sering melihat pepohonan teduh di pinggir jalan ditebangi dari pada ditanami. Padahal untuk menumbuhkannya butuh waktu berpuluh tahun. Tanaman-tanaman mangrove pun sering menjadi korban penebangan ketika terjadi konstruksi di pesisir pantai. Padahal keberadaan tumbuhan-tumbuhan rindang itu sangat menentukan kenyamanan dalam berkendara. Sementara keberadaan mangrove menjadi sebuah anugerah bagi banyak populasi lautan.

Selanjutnya, solusi lain juga bisa berupa mem-bumi-kan kebiasaan berjalan kaki dan bersepeda. Setelah solusi sebelumnya berupa pengurangan kendaraan bermotor konvensional dan peletakan pohon-pohon, maka dapat diikuti dengan kampanye bersepeda dan berjalan kaki. Tentu saja, kota-kota skala kecil akan lebih mudah menerapkan konsep ini. Intinya tetap berada pada kecenderungan seorang pemimpin daerah dalam mengimplementasikannya. Banyak strategi best practice dari daerah-daerah di Indonesia maupun di luar negeri yang dapat dijadikan pedoman dalam penerapan strategi yang sama.

Keberlanjutan Ekonomi

Faktor ekonomi juga tetap menjadi faktor dominan yang mempengaruhi sebuah kebijakan di bidang transportasi kota. Aspek paling penting yang perlu diprioritaskan dalam faktor ekonomi adalah efisiensi. Tingkat penggunaan kendaraan bermotor yang tinggi setidaknya disebabkan karena kesadaran kita yang masih rendah tentang efisiensi. Misalnya, dalam sebuah keluarga memiliki anggota sebanyak 5 orang. Idealnya satu mobil sedan sudah bisa menampung semua anggota keluarganya. Tapi karena didorong oleh sikap konsumtif, dan didukung oleh kemudahan dalam membeli kendaraan, serta tidak adanya aturan yang membatasi kepemilikan kendaraan bermotor; akhirnya keluarga tersebut memiliki 4 mobil mewah.

Solusi bagi realita tersebut bisa dalam bentuk perombakan total kesadaran masyarakat tentang efisiensi berkendara, kemudian diikuti dengan penyediaan moda transportasi umum yang nyaman dan murah. Peraturan daerah tentang pembatasan jumlah kepemilikan kendaraan pribadi perlu menjadi pertimbangan juga, sebab kebijakan tanpa aturan ketat yang mengikat pun akan jatuh sia-sia. Betapa indahnya, jika setiap pagi ada bus mewah dengan supir profesional yang menjemput anak-anak sekolah, sehingga tidak ada satu pun anak sekolah yang menggunakan kendaraan pribadi. Begitu juga dengan para ASN dan pekerja BUMN, setiap hari diantar-jemput oleh bus mewah yang operasionalnya sudah ditanggung oleh pemerintah. Sementara untuk masyarakat umum tersedia selalu angkutan umum yang telah direvitalisasi. Supir dan kernet bekerja dengan sistem gaji oleh pemerintah, sehingga tidak perlu ugal-ugalan dalam mencari penumpang, tidak ‘ngetem’ terlalu lama di satu titik.

Keberlanjutan Sosial

Faktor sosial lebih menekankan tentang keamanan dalam berkendara serta keterwujudan budaya berkendara yang membentuk komunitas sehat. Keamanan tentu saja berkaitan dengan tingkat kecelakaan dan kriminalitas di jalan raya. Kesadaran akan keselamatan berkendara menjadi poin penting agar kejadian kecelakaan lalu lintas tidak terus berulang. Kepatuhan terhadap peraturan tanpa harus dilihat oleh petugas, kebesaran hati untuk tidak “ugal-ugalan”, dan saling menghargai sesama pengendara; menjadi syarat-syarat komunitas keberlanjutan sosial di jalan. Jika sudah muncul kesadaran bersama dalam diri masing-masing, maka komunitas sehat seperti bersepeda bareng, berjalan kaki bersama, akan bermunculan dengan tanpa dihimbau. Sebuah kota yang pengelolaan transportasinya berorientasi pada keberlanjutan dan didukung oleh peraturan daerah yang kuat, akan menjelma menjadi kota nyaman untuk dihuni oleh masyarakatnya. Pada akhirnya, jika keberlajutan dari tiga pilar diatas bisa diwujudkan dengan baik di setiap daerah kita, maka masyarakat bisa merasa aman di jalan, pemerintah pun riang, karena apa yang dilakukan membawa perubahan signifikan untuk negara dan dunia.


Terima kasih telah membaca hingga selesai. Silahkan tinggalkan komentar pada kolom di bawah ini untuk sekedar berdiskusi atau "say hello". Jika Anda tertarik dengan topik-topik tulisan mengenai perkotaan, follow blog ini untuk terus mendapatkan update notifikasi ketika ada tulisan baru dari saya. Sehat dan sukses selalu buat Anda. 

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 Komentar: