Note:

Sudut Pandang Tentang Perkotaan, Perdesaan, Kewilayahan, dan Segala Dinamika Keruangan yang ada di antaranya.

Peduli

(Disclaimer: Bukan Ahli, Hanya Mencoba Untuk Lebih Peduli)

Mengenai Saya

Foto saya
Father of Two Beloved Son|| Bureaucrat|| Urban and Regional Planner (Master Candidate)|| Content Writer|| Content Creator|| Reading Holic|| Obsesive, Visioner, and Melankolis Man||

Partisipasi Masyarakat Dalam Kesuksesan Implementasi Smart City: Belajar dari Kota Helsinki (Finlandia)

By | Leave a Comment

 


Pendahuluan

Pemerintah di hampir semua negara merupakan sebuah institusi yang memiliki legitimasi dalam merepresentasikan kebutuhan masyarakat dalam bentuk pembangunan. Masyarakat yang hanya diposisikan sebagai objek pembangunan, sangat mungkin untuk bersikap pasif dan skeptis terhadap apa yang direncanakan oleh pemerintah. Masyarakat sendiri harus sadar dan peduli (Karnawati, 2014), karena tujuan akhir dalam pembangunan adalah kualitas hidup mereka. Lebih penting lagi, pemerintah harus memahami kondisi-kondisi yang mendorong keinginan masyarakat untuk berpartisipasi (Ife dan Tesoriero, 2008), yaitu 1) orang merasa bahwa sebuah isu atau aktivitas itu penting, 2) orang merasa bahwa keterlibatan mereka akan membawa perubahan, 3) orang merasa keterlibatan mereka akan diapresiasi, 4) orang merasa setiap orang punya hak dan didukung dalam berpartisipasi, 5) orang merasa tidak ada marginalisasi pada golongan tertentu selama proses partisipasi.


Konsep smart city yang semakin berkembang sejak awal abad 21 mulai banyak diadaptasi dalam beragam model oleh kalangan pemerintah maupun akademisi (Coe et al, 2001), hingga kini menjadi salah satu alat pendukung proses pengambilan kebijakan yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Lantas, apakah konsep smart city ini bisa dijalankan dengan baik hanya oleh pemerintah dan akademisi? Sementara (Caragliu et al, 2011) mengatakan bahwa sebenarnya modal utama penggerak smart city sangat bergantung pada kehandalan sumber daya manusia dan modal sosialnya. Begitu juga (Nam dan Pardo, 2011) menekankan sinergitas 3 elemen dalam smart city, yaitu teknologi, manusia, dan institusi. Hal ini berarti bahwa masyarakat patut dilibatkan, diberdayakan, diajak berpartisipasi dalam meningkatkan keberhasilan implementasi konsep smart city.


Helsinki menjadi salah satu kota dengan komitmen smart city yang kuat. Selama tiga tahun terakhir selalu berada di peringkat sepuluh besar World’s Smart City Index. Terakhir, di tahun 2021 Helsinki berada di posisi ke enam di bawah Singapore, Zurich, Oslo, Taipei, dan Lausanne (IMD Smart City Index, 2021). Filosofi kota-nya yang mengedepankan aspek keterbukaan data bagi publik serta mengusahakan citizen engagement di setiap terobosanterobosan baru yang dihadirkan di dalam kota, sangat menarik untuk dibahas. Konsep ini sangat mendukung arah smart city ideal yang diungkapkan oleh para ahli tentang partisipasi masyarakat.


Selayang Pandang Perkembangan Smart City Helsinki

Helsinki merupakan ibukota sekaligus kota terbesar di Finlandia, dengan penduduk paling terpadat (sekitar 570.000 jiwa). Sementara gabungannya dengan kota lain membentuk Metropolitan Helsinki (Helsinki, Vantaa, Espoo, Kauniainen) yang mencakup seperempat dari total populasi negara. Fokus utama pelayanan kota adalah sektor bisnis, pendidikan, penelitian, budaya, dan pemerintahan. Fakta ini menyebabkan Helsinki terus mengalami urbanisasi yang sangat masif, dan menjadikannya salah satu perkotaan yang mengalami pertumbuhan tercepat di Eropa. Helsinki di luar kawasan pusat kotanya dipisahkan oleh petak-petak hutan. Helsinki Central Park menjadi area rekreasi penting, membentang sepanjang 10 kilometer dari pusat kota sampai batas utara kota. 


Helsinki sejak awal bermimpi untuk menjadi kota paling fungsional di dunia (Huie, 2021) dengan mendigitalisasi setiap tahap dalam pembangunan kotanya, mulai dari proses perencanaan, kontruksi, hingga pemeliharaan. Pemerintah kota menyadari urbanisasi yang semakin meningkat akan membahayakan bagi keberlanjutan bangunan-bangunan arsitektur yang berusia ribuan tahun di wilayahnya. Akhirnya, di tahun 2013 pemerintah memulai mencari strategi manajemen proyek dan dokumen secara digital untuk menggantikan sistem manual. Strategi yang dilakukan adalah dengan cara menghubungkan data dalam satu sistem kontrol operasional, kerangka kerja yang solid dalam manajemen dokumen, layanan berbagi informasi yang efisien, dan sistem kolaborasi dalam tim proyek.


Pada tahun 2016, Helsinki melanjutkan komitmennya untuk terus mengembangkan inisiatif smart city. Pemerintah ingin mewujudkan Helsinki sebagai kota digital dengan membangun miniatur kota dalam bentuk digital (tiga dimensional), sehingga setiap sudut-sudut kota dapat diobservasi secara virtual untuk merumuskan kebijakan. Data 3D dari seluruh kota ini kemudian dibagikan sebagai open source bagi bagi masyarakat dan swasta agar bisa berkolaborasi dalam pengembangannya. Luar biasanya, dampak dari pembangunan wujud kota secara 3D ini mampu menghemat pengeluaran pemerintah dalam membuat model yang nyata. Sementara di sisi lain pula, hal ini bisa menambah kepercayaan dan keterlibatan masyarakat.


Suksesnya perkembangan implementasi konsep smart city tidak lepas tiga organisasi utama yang saling berkoordinasi, yaitu Divisi Lingkungan Kota Helsinki, Helsinki 3D+, dan Forum Virium Helsinki. Divisi Lingkungan bertanggung jawab melakukan rencana strategis dan detail, seperti perencanaan ruang kota dan lansekap, perencanaan jalan, dan pengembangan aset properti tanah dan rumah. Helsinki 3D+ bertanggung jawab membangun model 3D dan melakukan update model kota digital setiap ada perubahan yang dilakukan. Sementara Forum Virium bertugas untuk menjalin kolaborasi dengan berbagai stakeholders (perusahaan, universitas, organisasi publik, dan masyarakat untuk berkolaborasi dan mempromosikan pembangunan dan digitalisasi kota. Bayangkan saja, luas total Kota Helsinki sebesar 213,8 km2. Helsinki 3D+ harus memodelkan seluruh bentuk kota dengan berbagai dinamikanya. Setelah itu mereka menyuntikkan model tersebut dengan sistem yang bisa melibatkan masyarakat dan swasta dalam data akses terbuka dalam rangka berinovasi bersama. Beberapa aplikasi yang digunakan antara lain : Bentley, Microstation, ContextCapture, dan Opencities Map. OpenCities Planner digunakan untuk melakukan visualisasi kepada setiap stakeholders, termasuk masyarakat. Sementara aplikasi lain, ProjectWise, berfungsi menciptakan lingkungan data yang terhubung.


Strategi Visioner Helsinki Smart City 2035

Perjalanan panjang inisiasi kota digital Helsinki yang dicanangkan sejak tahun 2013, sebenarnya demi menyiapkan pencapaian target yang lebih besar, yaitu Rencana Aksi Helsinki Bebas Karbon di Tahun 2035 yang merupakan kerangka kerja dari mySMARTLife Helsinki (Ruohomaki et al, 2019). Pemerintah melihat ambisi ini hanya bisa cepat terealisasi dengan menggunakan “kendaraan” konsep smart city. Pendekatan secara umum dilakukan dengan menyiapkan segala yang dibutuhkan kota cerdas dengan mempertimbangkan apa yang menarik dan praktis bagi masyarakat kota. Artinya, tahap-tahap pekerjaan proyek tetap dilakukan sesuai dengan standar dan prosedur baku, namun dalam implementasinya di lapangan didiskusikan dengan masyarakat, khususnya kemungkinan ada ide-ide baru dan nyata terkait ketahanan iklim dan peningkatan kualitas hidup.

Gambar 2. Solutions and Incentives For Improving Climate Resilience
Sumber : (Ruohomaki et al, 2019)

Beberapa strategi yang diterapkan Helsinki dalam kerangka konsep smart city adalah 3D Helsinki Model, “Carbon Neutral Me” App, Thermal Comfort Control, Intelligent Heating Control, Panel Crowd Sourcing, dan E-Bike Charging Bench. Berbagai inovasi ini saling terintegrasi untuk memberikan berbagai kemudahan bagi penghuni kota.


1. 3D Helsinki Model

Pertama, tiga organisasi yang diuraikan di awal tadi (Divisi Lingkungan, 3D+, dan Forum Virium) fokus untuk terus mengembangkan bentuk model 3D kota yang dibranding dengan nama Helsinki Energy and Climate Atlas. Bentuk kota 3D sangat powerfull untuk digunakan dalam berbagai kepentingan kota, terutama untuk master data persiapan untuk berbagai analisis tingkat lanjut. Salah satu contohnya adalah data real time tentang bangunan. Data bangunan tersebut bisa mencakup realisasi efisiensi energi oleh sebuah bangunan, klasifikasi kinerja energi, sumber energi yang digunakan, hingga perkiraan jumlah konsumsi energinya. Model data yang ditampilkan dalam format CityGML ini dapat digunakan dalam bentuk open source bagi penggunaan masyarakat dan swasta. Data terbuka ini tidak hanya berarti untuk para masyarakat dan start-up untuk menganalisis data simulasi energi di tingkat kota, namun lebih jauh dari itu, sistem ini bisa menunjukkan jumlah pemasukan dan pengeluaran keuangan kota serta sistem administrasi berbagai alur pelayanan dari kota. Dampaknya, pemerintah lebih dipercaya oleh masyarakat karena transparansinya.


2. “Carbon Neutral Me” App

Salah satu strategi dalam mencapai tujuan Helsinki bebas karbon adalah pengurangan efek rumah kaca. Tantangan dari aplikasi “Carbon Neutral Me” ini menyangkut kesadaran dari pemilik bangunan untuk mematuhi apa rekomendasi yang ditampilkan dalam aplikasi. Format yang ditawarkan untuk aplikasi ini adalah seperti yang digunakan oleh Apple Health API, yang bisa berjalan di latar belakang smartphone untuk memantau segala aktivitas pengguna. Tampilan aplikasi ini memberikan rekomendasi kesadaran penggunaan alat-alat penghasil karbon rendah di rumah masing-masing. Target utama dari aplikasi ini adalah untuk merubah perilaku masyarakat berdasarkan data yang diterima.


3. Thermal Comfort Control

Konsep ini bertujuan agar sistem dapat mengatur efisiensi energi setiap bangunan dengan cara mengubah suhu (dingin dan panas) yang tidak perlu ketika bangunan tersebut tidak dihuni atau ditinggal sementara waktu. Sementara di tingkat individu, masyarakat dapat mengatur sendiri by sistem agar suhu bangunan menyesuaikan dengan standar suhu minimal untuk rasa nyaman.

Gambar 3. Cara Kerja Sistem Thermal Comfort Control Sumber : (Ruohomaki et al, 2019)

4. Intelligent Heating Control

Kerja sistem ini menggunakan algoritma cloud yang dapat mengontrol pemanasan dengan akurat sesuai dengan skala ruangan. Program pemanasan disesuaikan dengan keterbukaan ventilasi dan perkiraan cuaca lokal, serta jadwal pemanasan setiap ruangan. Tujuan utamanya agar dapat mengalihkan beban pemanas ruangan di jam-jam puncak tanpa mengurangi kenyamanan thermal. Selama proyek berlangsung, data suhu udara dikumpulkan melalui persepsi masyarakat menggunakan QR Code pada aplikasi thermal control sebelumnya.

Gambar 4. Cara Kerja Sistem Intelligent Heating Control Sumber : (Ruohomaki et al, 2019)


5. Panel Crowd-Sourcing

Kota Helsinki menyadari bahwa masyarakat juga bisa dilibatkan dalam mendukung penggunaan energi terbarukan, salah satunya dengan panel surya yang ditaruh di atap-atap rumah atau apartemen mereka. Walaupun masyarakat tidak mampu membeli, perusahaan Helen memproduksi panel surya dalam jumlah banyak untuk disewakan kepada masyarakat. Harga sewa bulanannya hanya 4,4 Euro, dan produksi panel surya dikompensasikan ke dalam tagihan listrik pelanggan. Satu panel menghasilkan sekitar 11% dari konsumsi tahunan apartemen dua kamar. Helen telah memproduksi panel surya dalam 2 tahap, dan selalu terjual habis. Produksi tahunan dari total 4.180 panel yang disewa oleh masyarakat adalah 1 GWh, yang setara dengan konsumsi listrik tahunan 50 rumah tangga yang mengurangi emisi karbon sebesar 198 ton. Masyarakat mendukung komitmen kota cerdas Helsinki yang ingin beralih dari listrik konvensional yang tidak ramah lingkungan.


6. E-Bike Charging Bench

Selain panel surya yang disewakan kepada masyarakat untuk di rumah-rumah mereka, perusahaan Helen juga memperkenalkan bangku-bangku untuk publik yang dipasangi panel surya. Bangku-bangku ini dipasangi panel surya di permukaan atasnya, sehingga listrik yang dihasilkan bisa digunakan untuk mengisi baterai smartphone dan sepeda listrik. Tenaga listrik yang ditangkap oleh panel surya disimpan dalam baterai, sehingga dapat digunakan kapan pun, bahkan saat tidak ada cahaya matahari. Bangku ini terbuat dari beton kokoh dengan panjang 2,4 meter dan lebar 1 meter. Masyarakat dapat dapat mengisi hingga 6 perangkat berbeda.

Kesimpulan 

Solusi kota digital Helsinki yang memberikan akses data terbuka bagi setiap masyarakat maupun swasta untuk dapat ikut melakukan pemantauan dan inovasi mengingatkan kita pada tujuan besar dari konsep smart city yang diungkap para ahli. Solusi kota cerdas meningkatkan peluang tercapainya kualitas hidup internal kota yang lebih baik. Berbagai upaya visioner yang dilakukan oleh Helsinki tersebut adalah dalam rangka mencapai ambisi besar untuk bebas karbon di tahun 2035. Secara keseluruhan, Helsinki sudah berada di jalur yang tepat, dengan penyediaan infrastruktur digital yang handal demi kota cerdas yang berkelanjutan untuk warganya.


Terima kasih telah membaca hingga selesai. Silahkan tinggalkan komentar pada kolom di bawah ini untuk sekedar berdiskusi atau "say hello". Jika Anda tertarik dengan topik-topik tulisan mengenai perkotaan, follow blog ini untuk terus mendapatkan update notifikasi ketika ada tulisan baru dari saya. Sehat dan sukses selalu buat Anda. 

DAFTAR REFERENSI


A. Coe, et al. 2021. E-Governance and Smart Communities: A Sosial Learning Challenge”, Social Science Computer Review, vol. 19 no. 1, pp. 80-93.


Caragliu, A., del Bo, C., & Nijkamp, P. (2011). Smart cities in Europe.
Journal of Urban Technology, 18(2), 65–82. https://doi.org/10.1080/10630732.2011.601117


Huie, David. 2021. Helsinki : The Most Functional City in The World?. https://www-smart--
energy-com.translate.goog/digitalisation/helsinki-the-most-functional-city-in-theworld/? _x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=en&_x_tr_pto=wapp
. Diakses tanggal 2 April 2022.


Ife, J dan F. Tesoriero. 2008. Community Development (terjemahan).
Pustaka Pelajar: Yogyakarta


IMD. 2021. Smart City Index 2021. IMD World Competitiveness Center. Geneva, Switzerland. Karnawati, Enny. 2014. Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan. https://diklat.semarangkota.go.id/post/partisipasi-masyarakat-dalam-pembangunan-irenny-karnawati-msi. Diakses tanggal 2 April 2022.


Nam, Taewoo and Pardo, Theresa. 2011. Conceptualizing Smart City With Dimensions of Technology, People, And Institutions.
Digital Government Research. USA.


Ruohomaki et al. 2019. Smart City Resilience with Active Citizen Engagement in Helsinki. 
International Conference on Intelligent Systems (IS). Researchgate. Helsinki.



Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 Komentar: