Note:

Sudut Pandang Tentang Perkotaan, Perdesaan, Kewilayahan, dan Segala Dinamika Keruangan yang ada di antaranya.

Peduli

(Disclaimer: Bukan Ahli, Hanya Mencoba Untuk Lebih Peduli)

Mengenai Saya

Foto saya
Father of Two Beloved Son|| Bureaucrat|| Urban and Regional Planner (Master Candidate)|| Content Writer|| Content Creator|| Reading Holic|| Obsesive, Visioner, and Melankolis Man||

Peran Big Data Bagi Daerah Kita: Menjemput Prinsip Kota Cerdas

By | Leave a Comment

 


Permasalahan dunia kedepannya dipastikan semakin kompleks mengiringi jumlah penduduk yang semakin bertambah padat. Penduduk merupakan entitas yang memiliki beragam kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar ini yang kemudian menjadi tanggung jawab pemerintah dalam penyediaannya. Namun, tidak setiap daerah memiliki kemampuan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup untuk mengantisipasi perkembangan tersebut. Permasalahan yang umum terjadi seperti kemiskinan saja, membutuhkan parameter yang jelas tentang ciri dan kategorinya. Jika paramater ini belum jelas, maka pantas saja jika bantuan untuk kalangan miskin masih bisa dibelokkan sedemikian rupa. Bantuan bisa jadi tidak tepat guna serta tidak bernilai guna.


Selain itu, paramater yang tidak sama ini juga yang kemudian pernah membuat perbedaan pendapat antara Kementerian Perdagangan dan BULOG pada tahun 2019 lalu. Satu sisi Kementerian Perdagangan bersikeras untuk mengajukan impor beras karena berdasarkan perhitungan mereka stok beras defisit (kurang). Sementara di sisi lain, BULOG membantah keras, sebab menurut mereka yang memang mengurusi langsung stok beras di lapangan, bahwa stok beras aman dan mencukupi. Hal seperti ini yang sangat krusial, apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak. Pemerintah harus menunjukkan satu sikap yang sama atas dasar basis perhitungan yang seragam. Disinilah letak berbagai permasalahan yang muncul oleh sebab DATA yang tidak akurat. Kata kuncinya adalah ketersediaan dan fungsionalitas data. 


Seakan menyadari betapa krusialnya data, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 Tentang Satu Data Indonesia. Pemerintah perlu keterpaduan di tataran perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengendalian pembangunan. Oleh karena itu, perlu didukung oleh data yang akurat, mutakhir, terpadu, dapat dipertanggungjawabkan, mudah diakses, di-bagipakai-kan, serta dikelola secara seksama, terintegrasi, dan berkelanjutan. Bayangkan saja, pada tataran nasional saja, kesadaran untuk memulai penyediaan data yang akurat ini baru mulai digaungkan di tahun 2019. Lantas, bagaimana dengan kondisi di daerah?


Kondisi yang umum terjadi di birokrasi daerah adalah data setiap kegiatan tidak terdokumentasi dengan baik, masih mengandalkan kertas, tersebar secara parsial pada individu-individu, data setiap dinas tidak terintegrasi, perbedaan data, data yang tidak update, tidak mudah diakses oleh publik. Kekurangan-kekurangan ini kemudian diperparah dengan kentalnya ego sektoral yang melandasi setiap kinerja pemerintah daerah. Ada rasa enggan untuk berkolaborasi aktif serta saling terlibat (dalam arti yang sesungguhnya). Bayangkan betapa sulitnya pemerintah pusat menyatukan setidaknya 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia dalam kesamaan visi tentang data yang akurat dan terintegrasi ini. Pantas saja jika amanat-amanat dalam Perpres 39/2019 berjalan lamban dalam pemenuhannya semenjak diterbitkan. Sebut saja amanat tentang portal satu data dan forum satu data, gaungnya belum santer terdengar.


Pemerintah daerah harus menyadari bahwa kebijakan di tataran nasional dapat berjalan baik atau tidak bergantung pada komitmen dari pemerintah daerah. Pemerintah daerah merupakan ujung tombak dari kemajuan bangsa di era desentralisasi saat ini. Pekerjaan rumah bagi setiap daerah kita adalah bagaimana menjadikan data yang dikelola oleh pemerintah daerah itu selalu akurat, mutakhir, terpadu, dapat dipertanggunggungjawabkan, dapat di-bagipakai-kan, serta mudah diakses oleh kalangan publik. Akurat artinya data diperoleh dari hasil identifikasi dan observasi ilmiah, bukan hanya berdasarkan perkiraan dan pendapat sebagian kelompok. Mutakhir berarti setiap instansi di daerah berkomitmen untuk selalu memperbaharui (updating) data yang dimiliki sesuai dengan perkembangan nyata di lapangan. Terpadu artinya tidak ada data yang berdiri sendiri. Misalnya saja, dinas yang menangani permasalahan fisik tidak perlu meminta data kondisi sosial masyarakat pada dinas yang menangani masalah sosial, karena semua data tersebut telah tersedia dalam platform bersama. Data tersebut bersifat dinamis karena terus dimutakhirkan secara berkala (harian). Semakin singkat jeda waktu pemutakhiran data, maka semakin baik untuk tingkat kepercayaan pada data tersebut. Dapat dipertanggungjawabkan artinya sudah sangat jelas, bahwa dasar ilmiah dari munculnya data tersebut dapat dijelaskan secara rinci jika dipertanyakan. Tidak kalah pentingnya dari konsep satu data adalah dapat di-bagipakai-kan, yang artinya saling mendukung dengan prinsip terpadu tadi. Data yang terpadu dapat di-share antar instansi untuk digunakan pada kepentingan yang berbeda. Terakhir, prinsip satu data adalah mudah diakses oleh publik, artinya pemerintah adalah orang-orang pilihan sebagai penyelenggara urusan kepentingan publik. Oleh karena itu, tidak ada yang perlu disembunyikan selama itu menyangkut hajat hidup publik. Data yang dibagikan ke publik malah akan meningkatkan prinsip transparansi serta menambah kepercayaan publik kepada pemerintah.


Semua ini baru berbicara mengenai data dalam arti luas, belum lagi membahas ketersediaan big data (data besar) yang menjadi ujung tombak dalam mengarahkan daerah-daerah menjadi smart city. Kota cerdas adalah kota yang menjadikan teknologi informasi dan telekomunikasi (TIK) sebagai katalisator dalam penyediaan data seluruh hajat hidup di daerah. TIK yang digunakan berupa pemasangan sensor-sensor berbasis Internet of Things, CCTV ruang publik, inovasi ramah lingkungan, sistem informasi pemerintahan, dan lain sebagainya. Semua bermuara untuk menghasilkan data secara real time (selama 24 jam penuh dalam sehari), sehingga dapat disimpan dalam server dan digunakan untuk pengambilan keputusan bagi kepala daerah setiap harinya. Pada kota cerdas, tidak lagi berbicara perencanaan dalam kurun setahun (tahunan), namun perencanaan sudah bisa langsung dilakukan setiap hari dari hasil rekomendasi pemantauan alat-alat pintar yang tersebar di setiap infrastruktur dan pojok-pojok kota. Pembahasan mengenai smart city ini akan dibedah di tulisan terpisah.


Pada akhirnya, yang paling dekat dan paling gampang untuk dilakukan oleh setiap daerah saat ini adalah memulai. Sebab, setalah dimulai itu akan terbentang proses transisi yang amat panjang dalam menciptakan sistem satu data daerah yang mapan. Setidaknya butuh jangka waktu 10 tahun untuk melihat hasilnya. Intinya, berinvestasi pada database yang terukur dan terdigitalisasi dengan baik, sudah seharusnya mulai diseriusi oleh pemerintah daerah kita. Betapa tak ternilainya harga kumpulan data. Kita bisa merencanakan apa pun yang diinginkan dengan data. Tanpa harus mengkhawatirkan pergantian personil (mutasi, rotasi, dan promosi). Tanpa harus mengkhawatirkan permintaan data (laporan) yang berulang dari pemerintah pusat setiap tahunnya. Tanpa harus mengkhawatirkan pertukaran data antar instansi untuk kebutuhan mendesak. Paling penting, kita juga tidak perlu mengkhawatirkan serangan (fitnah) orang-orang yang berniat buruk dan menjatuhkan pemerintah tanpa data dan fakta yang kuat.             


Terima kasih telah membaca hingga selesai. Silahkan tinggalkan komentar pada kolom di bawah ini untuk sekedar berdiskusi atau "say hello". Jika Anda tertarik dengan topik-topik tulisan mengenai perkotaan, follow blog ini untuk terus mendapatkan update notifikasi ketika ada tulisan baru dari saya. Sehat dan sukses selalu buat Anda. 

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 Komentar: