Note:

Sudut Pandang Tentang Perkotaan, Perdesaan, Kewilayahan, dan Segala Dinamika Keruangan yang ada di antaranya.

Peduli

(Disclaimer: Bukan Ahli, Hanya Mencoba Untuk Lebih Peduli)

Mengenai Saya

Foto saya
Father of Two Beloved Son|| Bureaucrat|| Urban and Regional Planner (Master Candidate)|| Content Writer|| Content Creator|| Reading Holic|| Obsesive, Visioner, and Melankolis Man||

Betapa Menantangnya Permasalahan Keberlanjutan Transportasi Perkotaan Kita

By | Leave a Comment

 


Masyarakat dunia dihadapkan pada peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang tidak terkendali. Satu sisi, kebutuhan untuk melakukan mobilisasi dengan nyaman, mudah, dan cepat; sementara di sisi lain muncul pula konsekuensi dari kebutuhan tersebut, yaitu berupa kemacetan dan pencemaran. Universitas Oxford memprediksi bahwa jumlah kendaraan mobil akan mencapai 2 milyar unit di dunia. Sementara CATO Institute mengkhawatirkan pertumbuhan kendaraan bermotor yang semakin “gila” itu akan menimbulkan banyak sekali kemacetan total (gridlock) pada kota-kota besar. Bayangkan betapa semrawutnya jika setiap ruas jalan besar kota mengalami gridlock tersebut, kendaraan benar-benar stuck dalam waktu lama. Sungguh akan menguras waktu, energi, dan bahkan keuangan.

Biaya Kemacetan Jakarta Dikonversi ke Rupiah (Dalam Triliun) (Sumber: KOMPAS, 2007)


Pada bukti temuan tersebut dapat dilihat bahwa betapa besarnya biaya yang harus terbuang sia-sia dengan adanya kemacetan di jalanan Jakarta. Rugi waktu, rugi energi, rugi kesehatan. Itu pun kondisinya dihitung dengan kurs rupiah di tahun 2007. Lantas bagaimana jika dihitung dengan kondisi riil di tahun 2023 ini? Tentu akan sangat membengkak lagi bukan? Biaya kesehatan akibat pencemaran udara bahkan ditaksir dalam harian Suara Pembaruan telah mencapai 38,5 Triliun di tahun 2010. Fantastis.


Lebih jauh lagi, tentu pencemaran udara membawa dampak bagi kesehatan, sehingga akan semakin banyak orang yang meninggal karena polusi dan suara bising kendaraan. Keselamatan pengendara kendaraan bermotor di jalan pun semakin terancam. Sudah berapa juta orang yang meregang nyawa di jalanan. Lebih dari setengahnya mengalami pemiskinan setelah meninggal. Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, setiap tahun ada lebih kurang 20.000 orang/tahun pengendara motor yang terancam kecelakaan. Selain itu, kualitas angkutan umum yang “masih tertatih” dalam upaya revitalisasinya secara nasional akan perlahan terpinggirkan dari preferensi berkendara masyarakat. Apalagi dengan bersepeda dan berjalan kaki, tentu ruang yang tersisa akan semakin tidak nyaman untuk mereka. Pada akhirnya, visi untuk menjadi kota yang layak dengan transportasi berkelanjutan akan semakin jauh dari harapan.


Transportasi Perkotaan Berkelanjutan

Transportasi berkelanjutan didefinisikan sebagai suatu sistem trasportasi yang penggunaan bahan bakar, emisi kendaraan, tingkat keamanan, kemacetan, serta akses sosial dan ekonominya tidak menimbulkan dampak negatif yang tidak dapat diantisipasi generasi yang akan datang (Richardson,2000). Jika pengertian ini ingin ditarik untuk kondisi transportasi yang telah dijelaskan sebelumnya, maka sungguh tidak akan mengena. Bahan bakar kendaraan-kendaraan kita masih didominasi oleh kendaraan berbahan bakar dari sumber energi tak terbarukan, sehingga menyebabkan emisi carbon yang luar biasa. Selain itu, dari segi keamanan dan kemacetan masih jauh dari harapan. Bagaimana bisa transportasi saat ini berkelanjutan untuk anak keturunan kita jika terus memiliki tren negatif? Apa kebanggaan yang dapat kita wariskan untuk transportasi di era mereka nanti?


Beberapa aspek yang harus dipenuhi untuk menjadi transportasi berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sesuai dengan hasil Asian Mayor's Policy Dialog for the Promotion of Environmentally Sustainable Transport (EST) in Cities di Kyoto: 1) melakukan pemeliharaan dan keselamatan jalan, 2) memperbaiki manajemen lalu lintas, 3) menciptakan transportasi yang memperhatikan kesetaraan gender dan keadilan,  4) mengintegrasikan kebijakan transportasi umum dengan tata guna lahan dan tata ruang, 5) memprakarsai dan memfasilitasi angkutan tidak bermotor, 6) mempelopori penggunaan bahan bakar ramah lingkungan, 7) melaksanakan pemantauan pencemaran udara, uji emisi, 8) memperkuat pengetahuan dan kesadaran masyarakat.


Sumber: Kementerian Perhubungan, 2013

Seakan ini menjawab amanat dari Asian Mayor's Policy Dialog tersebut, Kementerian Perhubungan Indonesia berusaha menerapkan asas-asas transportasi berkelanjutan dalam tataran kebijakan maupun implementasi di lapangan. Pertama, peningkatan peran angkutan umum yang terbagi dalam 4 strategi: pengembangan transit system atau TOD, pengembangan jaringan dan infrastruktur angkutan umum masal, perbaikan intermodalitas dan aksesibilitas angkutan umum, dan perbaikan sistem kepemilikan angkutan umum. Kedua, manajemen dan rekayasa lalu lintas (MRLL) yang terbagi dalam 4 strategi: perbaikan kapasitas jalan, penerapan ATCS, manajemen lalu lintas, dan ANDALALIN. Ketiga, penurunan polusi udara dan suara, yang terbagi dalam 3 strategi: gasifikasi, pemanfaatan energi alternatif, dan penerapan teknologi ramah lingkungan. Keempat, Transportation Demand Management (TDM) yang terbagi dalam 3 strategi: ERP, perparkiran, dan dis-incentive using private car. Kelima, pengembangan Non-Motorized Transport (NMT) yang terbagi dalam 3 strategi: pengembangan fasilitas pejalan kaki, pengembangan jalur sepeda, dan car free day.


Peningkatan Peran Angkutan Umum

Kebijakan TOD masih menjadi sebuah “bumbu marketing” yang banyak disalahartikan oleh para pengembang properti di Indonesia. Konsep TOD sering digunakan sebagai branding produk hunian yang menawarkan berbagai fasilitas dalam satu kawasan yang membuat penghuninya tidak perlu berjalan jauh untuk menikmatinya. Misalnya sebuah kompleks apartemen mewah yang menyediakan fasilitas perberlanjaan, pendidikan, kesehatan, hiburan, dan lain sebagainya. Sementara aksesibilitas dan intermodalitas tidak menjadi prioritas para developer tersebut. Padahal itulah yang menjadi titik tolak konsep TOD, terutama menghubungkan titik simpul kegiatan masyarakat dengan semua fasilitas angkutan umum. Tidak lupa pula, antara pengguna dan angkutan umum ada sebuah faktor penentu. Faktor penting untuk seseorang memilih menggunakan kendaraan umum adalah kenyamanan dan keamanan. Jadi, walaupun angkutan umum tersedia dalam jumlah memadai, namun kualitas pelayanannya masih amburadul, maka jangan berharap masyarakat akan dengan mudah beralih dari kendaraan pribadi.


Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas (MRLL)

Pada kenyataan di lapangan, pelebaran jalan raya hampir sudah tidak banyak yang bisa dilakukan, sebab posisi bangunan sudah terbangun sangat mepet dengan jalan. Oleh karena itu, pemerintah lebih memilih opsi penambahan jalan secara vertikal dan juga rekayasa lalu lintas lainnya yang tidak memakan banyak biaya. Tren teknologi tinggi yang berkembang dalam satu dekade terakhir ini juga membuat pemerintah banyak menerapkan pemantauan kondisi jalan dengan menggunakan CCTV. Sayangnya, penggunaan CCTV ini lebih banyak masih sebatas pelacak dan pemberi informasi saja. Belum digunakan sebagai bahan analisis mendalam dengan big data analysis agar dapat menjadi rekomendasi bagi pengambil kebijakan. Jika big data yang diperoleh dapat dipadukan dengan kecerdasan buatan (Artificial Intelligent) maka akan sangat menarik.


Penurunan Polusi Udara dan Suara

Polusi dari asap kendaraan bermotor adalah salah satu penyumbang terbesar pencemaran udara di Indonesia. Bayangkan jika, sesuai dengan prediksi, peningkatan jumlah kendaraan bermotor semakin membludak, maka polusi udara dan suara makin mencemari lingkungan. Sementara satu sisi pemerintah terus membranding kendaraan listrik sebagai solusi atas segala permasalahan polusi dan emisi gas buang dari transportasi konfensional. Permasalahannya adalah kendaraan listrik yang digadang-gadang tersebut tetap menggunakan sumber energi dari bahan yang tak dapat diperbaharui. Pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi oleh pembangkit dengan bahan bakar fosil. Ini tentu menjadi buah simalakama bagi masa depan kendaraan listrik yang diidamkan.


Transportation Demand Management (TDM)

Electronic Road Pricing (ERP) adalah penerapan jalan berbayar berbasis elektronik. Keunggulannya, memudahkan proses pembayaran dan memungkinkan diterapkannya tarif yang berbeda-beda sesuai kondisi kemacetan lalu lintas. ERP bertujuan untuk menurunkan tingkat kemacetan di ruas jalan tertentu. ERP, perparkiran berbayar sesuai waktu parkir, dan disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi; ketiganya banyak diterapkan di kota-kota besar di Indonesia. Kesadaran untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi adalah yang paling sulit. Kita di Indonesia sering memiliki lebih dari satu kendaraan pribadi dalam satu rumah. Misalnya saja, seorang suami istri dengan dua anak memiliki 3 mobil, dan 3 motor. Maka ketika semua anggota keluarga menggunakan kendaraan bermotor masing-masing dalam waktu yang sama. Bisa dihitung berapa pemborosan yang dikeluarkan, serta berapa lebar ruas jalan yang digunakan. Bayangkan saja jika ratusan ribu keluarga melakukan hal yang sama.


Pengembangan Non-Motorized Transport

Strategi ini sangat berkorelasi langsung dengan tantangan pada strategi sebelumnya. Masyarakat memiliki keinginan (preferensi) berjalan kaki dan menggunakan sepeda sangat bergantung pada kesuksesan strategi mengalihkan pengguna kendaraan bermotor milik pribadi untuk beralih moda yang lebih sehat. Hal ini tentu sangat bergantung pada variabel lain yang sangat beragam. Beberapa hal yang pasti berpengaruh adalah kualitas pedestrian way (jalur pejalan kaki), ketersediaan jalur khusus sepeda, perkembangan komunitas  sepeda, peraturan ketat untuk memprioritaskan para pejalan kaki dan pesepeda, ketersediaan fasilitas pemijaman sepeda, insentif dan reward bagi pengguna kendaraan tidak bermotor, melipatgandakan dan mempersulit pembelian serta pajak kendaraan bermotor, dan lain-lain.


Pada akhirnya, transformasi menyeluruh dari elemen pemerintah, masyarakat, dan teknologi memainkan peranan penting dalam percepatan penyelesaian akar masalah yang telah menjalar jauh ke dalam sendi kehidupan kita. Kita tidak dapat mengharapkan salah satunya berjalan lebih cepat dari yang lain. Kita juga tidak berharap evolusi ketiganya berjalan lamban karena saling menunggu. Keseimbangan dan seiring sejalan merupakan kunci penting bagi terselenggaranya amanat sustainable urban transport system.  


Terima kasih telah membaca hingga selesai. Silahkan tinggalkan komentar pada kolom di bawah ini untuk sekedar berdiskusi atau "say hello". Jika Anda tertarik dengan topik-topik tulisan mengenai perkotaan, follow blog ini untuk terus mendapatkan update notifikasi ketika ada tulisan baru dari saya. Sehat dan sukses selalu buat Anda. 

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 Komentar: