Note:

Sudut Pandang Tentang Perkotaan, Perdesaan, Kewilayahan, dan Segala Dinamika Keruangan yang ada di antaranya.

Peduli

(Disclaimer: Bukan Ahli, Hanya Mencoba Untuk Lebih Peduli)

Mengenai Saya

Foto saya
Father of Two Beloved Son|| Bureaucrat|| Urban and Regional Planner (Master Candidate)|| Content Writer|| Content Creator|| Reading Holic|| Obsesive, Visioner, and Melankolis Man||

Susahnya Menjaga Drainase Kita: Sebuah Realitas

By | Leave a Comment

 


Kondisi Umum dan Teori Drainase

Indonesia menjadi salah satu negara dengan dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Kedua musim ini kemudian menjadi masalah jika terjadi lebih lama dari biasanya. Panas tinggi yang berlangsung dalam waktu lama dapat memicu kekeringan dan musim paceklik bagi musim tanam. Sementara hujan dalam jangka waktu yang lebih panjang dapat membawa banjir yang meluluhlantahkan segala fasilitas serta infrastruktur permukiman masyarakat. Kerugian dari sisi fisik, sosial, dan lingkungan akan menghambat proses pembangunan bagi daerah. Banyak metode yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi kelebihan air (banjir), antara lain dengan membangun saluran-saluran drainase yang kokoh, melakukan normalisasi sungai yang notabene merupakan drainase primer, membangun bendungan dengan sistem pintu air, serta masih banyak lagi. Beberapa program dan kegiatan tersebut dalam pemerintahan daerah umumnya dipegang oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.


Pembangunan dan rehabilitasi saluran drainase tentu selalu menjadi prioritas bagi pemerintah daerah, apalagi jika daerah tersebut memang menjadi “sasaran” banjir di musim penghujan setiap tahunnya. Topografi sebagian besar daerah di Indonesia yang berada langsung di hilir sungai dan berbatasan dengan laut membuat genangan sulit untuk dihindari. Letak daerah yang berada di pesisir pantai otomatis menjadi daerah dengan dataran paling rendah. Daerah-daerah dengan model seperti ini berada tepat di cekungan dari wilayah tangkapan air. Luapan air dari wilayah dataran tinggi di atasnya harus diantisipasi dengan baik agar tidak menjadi bencana yang merugikan setiap tahunnya.


Berdasarkan pengertiannya (disarikan dari situs Dinas PUPR Kulon Progo), drainase merupakan saluran yang digunakan untuk menyalurkan massa air berlebih dari sebuah kawasan seperti perumahan, permukiman dan badan jalan, sehingga tidak terjadi genangan yang mengganggu aktivitas masyarakat maupun sistem perkotaan yang sedang berjalan. Drainase bisa digolongkan ke dalam sejarah terbentuknya, peletakan salurannya, fungsinya, konstruksinya, dan bentuk salurannya.

  • Jika dilihat dari sejarah terbentuknya, drainase dapat dibedakan menjadi drainase alami dan drainase buatan. Drainase alami (natural drainage) merupakan drainase yang terbentuk secara alami tanpa adanya bangunan-bangunan pendukung seperti bangunan pelimpah, pasangan batu/beton, gorong-gorong, dan sebagainya. Drainase buatan (artificial drainage) merupakan drainase yang sengaja dibangun oleh manusia untuk tujuan tertentu. Oleh karena itu, drainase tersebut membutuhkan pasangan beton maupun batu, pipa, gorong-gorong, dan sebagainya.
  • Jika dilihat dari peletakan salurannya, drainase dapat dibedakan menjadi drainase permukaan dan drainase bawah tanah. Sesuai dengan namanya, drainase permukaan merupakan drainase yang konstruksinya nampak di atas permukaan tanah. Sementara drainase bawah tanah berada atau tersembunyi di bawah permukaan tanah.
  • Jika dilihat dari fungsinya, drainase dapat dibedakan menjadi drainase single purpose dan drainase multi purpose. Drainase single purpose diartikan sebagai drainase yang digunakan untuk mengalirkan satu jenis air pembuangan saja, contohnya hanya untuk mengalirkan air hujan. Sementara drainase multi purpose diartikan sebagai drainase yang digunakan untuk lebih dari satu jenis air, misalnya air hujan sekaligus dengan air limbah rumah tangga.
  • Jika dilihat dari konstruksinya, drainase dapat dibedakan menjadi saluran terbuka dan tertutup. Saluran terbuka berbentuk terbuka tanpa penutup, lebih diarahkan untuk mengalirkan air hujan. Sementara saluran tertutup menggunakan penutup beton atau besi, lebih diarahkan untuk mengalirkan air limbah dari masyarakat.
  • Berdasarkan bentuk salurannya, drainase dapat dibuat dengan bentuk trapesium, persegi panjang, maupun setengah lingkaran.

Realitas di Tengah Masyarakat

Masyarakat menjadi entitas terdekat yang berinteraksi langsung dengan drainase. Perlakuan masyarakat terhadap drainase sangat menentukan keberlanjutan dan ketahanannya dalam menjalani fungsinya sebagai pengendali air hujan dan air limbah. Realitanya drainase lingkungan masih sering digunakan untuk membuang berbagai macam sampah. Ironisnya, sampah-sampah yang notabene tidak terurai ini terus menumpuk hingga menyumbat arah aliran air. Air limbah yang dibuang oleh masyarakat dalam berbagai bentuk dan rupa akhirnya menggenang dan menimbulkan bau tidak sedap. Dampak lain dari genangan ini menimbulkan efek yang lebih masif, yaitu munculnya wabah-wabah penyakit mematikan seperti demam berdarah (DBD) dan sejenisnya. Jentik-jentik nyamuk tumbuh subur di tempat seperti itu. Saat air hujan datang mengguyur dan memenuhi saluran-saluran itu, air pun meluap ke badan-badan jalan karena tidak menemukan jalur alamiahnya.


Salah satu realitas yang saya alami sendiri pun cukup miris. Saya kebetulan bekerja di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang di daerah. Saat melakukan monitoring pekerjaan pembangunan drainase, pelaksana proyek mengeluhkan tentang masyarakat yang menolak untuk dilakukan perbaikan drainase di depan rumahnya. Alasannya masyarakat ini adalah mereka telah membangun dengan susah payah plat-plat deker depan pintu gerbang rumah masing-masing. Mereka tidak ingin jika plat deker mereka dihancurkan untuk dilakukan pembersihan dan pembangunan drainase baru, walaupun pelaksana proyek telah menjelaskan akan membangunkan kembali plat deker yang baru setelah drainase terbangun. Masyarakat tetap bergeming. Walaupun pelaksana lalu menghadirkan Pak Lurah maupun RT-RW, masyarakat tetap tidak mau, mereka ingin tetap dengan drainase yang lama saja. Saya sempat berkata kepada mereka: “Bapak-ibu, sesungguhnya lahan yang berada di luar pagar bapak-ibu sekalian ini adalah milik pemerintah, apalagi yang berada di atas fasilitas drainase seperti ini. Pemerintah berhak melakukan perbaikan demi kemaslahatan masyarakat. Pada sertifikat rumah bapak-ibu masing-masing yang tertera dan menjadi hak bapak-ibu sekalian adalah hanya sampai batas pagar saja. Mohon untuk tidak menghambat pekerjaan ini”.  


Namun akhirnya untuk tidak berkonfrontasi dengan masyarakat, akhirnya disepakati pekerjaan pembangunan drainase di satu ruas tersebut dipindah ke ruas gang yang lain, yang masyarakatnya menerima program itu dengan senang hati. Begitulah dinamika yang terjadi di masyarakat. Program yang dinilai sangat ideal oleh pemerintah, belum tentu langsung diterima dengan baik oleh masyarakat. Namun tentu semuanya tidak akan memicu konflik horizontal jika terus dikomunikasikan dengan baik dan penuh rasa kekeluargaan. Pada akhirnya, sebagus apa pun bentuk dan fungsi drainase yang dibangun, tidak akan tepat guna dan berhasil guna jika kolaborasi pemerintah, masyarakat, dan lingkungan alami belum terbangun dengan baik.


Terima kasih telah membaca hingga selesai. Silahkan tinggalkan komentar pada kolom di bawah ini untuk sekedar berdiskusi atau "say hello". Jika Anda tertarik dengan topik-topik tulisan mengenai perkotaan, follow blog ini untuk terus mendapatkan update notifikasi ketika ada tulisan baru dari saya. Sehat dan sukses selalu buat Anda. 

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 Komentar: